Asal usul PAGAS

Pada awal tahun 1960,

untuk meningkatkan kekuatan angkatan udaranya pemerintah RI banyak membeli  pesawat-pesawat Jet tempur dari  Eropa Timur (Eks. Rusia) yaitu pesawat jenis Mig 15, Mig17 dan Mig 21.

Seperti biasa, bila ada pembelian alat2 berat, tentu ada kontrak purna jualnya (untuk perawatan dan sebagainya).  Maka diadakanlah kontrak kerjasama antara TNI AU dengan Pemerintah Polandia yang proyeknya disebut “Jet Engine Overhoul  Plant” atau Instalasi Perawatan Besar Mesin Pancargas (khusus untuk pesawat terbang asal Eropa Timur).  Istilah mesin Pancargas sebenarnya istilah lama, sekarang lebih dikenal dengan nama  Mesin Jet.  Seperti diketahui mesin pesawat (terbang) terdiri dari dua jenis yaitu mesin Pancargas (Jet) dan mesin baling-baling.

Proyek kerjasama ini selain mengerjakan bangunan untuk perbengkelan pesawat juga termasuk didalamnya pembangunan perumahan dinas bagi anggota-anggota yang ditugaskan menangani proyek tersebut.   Dari Pihak TNI AU dibentuk panitia yang disebut Panitia Pancargas.  Sekretariatnya  berada di bawah Assisten Direktorat Aeronautika/ADAER) di Pangkalan Husein Sastranegara Bandung.  Sekretariat Panitia Pancargas anggota-anggotanya terdiri dari beberapa perwira tehnik, dua lulusan ITB Bandung yang kemudian diangkat menjadi tentara dengan pangkat Perwira Pertama, belakangan menyusul tiga orang lulusan pendidikan insinyur di Cekoslowakia.

Tim Pendahulu

Sebelum sekretariat dipindahkan ke Pangkalan Abd. Saleh,  karena perumahan dinas untuk anggota juga sudah tersedia, maka ditempatkan tim pendahulu yang terdiri dari seorang perwira yaitu Letnan Udara (LU) I R.P. Sutejo, dan sekitar 150 prajurit lulusan pendidikan Sekolah Tehnik Udara (STURA) dari Pangkalan Kalijati.  Anggota-anggota ini dipimpin oleh seorang Bintara Tinggi pindahan dari skuadron XI (Pancargas) di Lanud Husein Sastranegara yaitu LMU II S. Kanda.  Merekalah yang mula-mula menempati rumah dinas yang lokasinya di luar batas pangkalan Abd. Saleh yang masuk wilayah kecamatan Singosari.  Kemudian menyusul LMU II W. Wardono, LMU II Sudarman, LMU II Kuswo, LMU II Hargono , LMU II Waluyo, dan Serma M. Jupri.

Sebelum pembangunan perbengkelan Pancargas dimulai, sudah ada Satuan perbengkelan dan perawatan pesawat bermotor baling-baling asal Eropa Timur (AVIA).  Satuan ini adalah pindahan dari Depot Teknik 010 Pangkalan Husein Sastranegara. Juga ada Satuan Elektronika dan Pergudangan yang disebut Depot Materiil.  Mereka yang juga menempati Kompleks Perumahan ini antara lain LMU I Mardi Madarum, LMU II Hadikusuma,  LMU II Suroyo, Serma Casmat dan Serma M. Ali Achmadi dll.

Tahun 1962 setelah tersedia bangunan kantor dan perbengkelan maka Sekretariat Panitia Pancargas dipindahkan dari pangkalan Husein Sastranegara Bandung ke pangkalan Abd. Saleh. Personalia yang dipindahkan terdiri dari 7 orang perwira (termasuk dua insinyur  yang telah diangkat menjadi perwira) yaitu Kapten (U) Suryono, LU I Sutarjo, LU I Ibnu Sutopo, LU I Kuspartono, LU II Wahyu, LU I Ir. Sudomo , LU I Ir. Wiryono dan seorang sekretaris khusus LMU I A. Pasla.

Setelah pembangunan perbengkelan selesai dan fasilitas kerja sudah dapat digunakan maka sekretariat Panitia Pancargas ditiadakan dan kesatuan ini ditetapkan dengan nama Depot Teknik 012 pada tgl 12-08-1965.  Setelah Depot Teknik 012 dioperasikan dan Markas selesai pembangunannya maka satuan yang ada (Depot 012, Depot Teknik, Satuan elektronika dan Depot Material) disatukan menjadi Wing Ops 030.   Dalam perkembangan kemudian terjadi lagi perubahan nama wing Ops 030 menjadi Depot Logistik 030 dan setelah itu menjadi Depot Pemeliharaan Pesawat Terbang 030.

Perumahan/Kompleks PAGAS.

Awalnya Perumahan ini dibangun untuk anggota-anggota Perbengkelan Pancargas.  Lokasinya di wilayah kecamatan Singosari Desa Damean kira-kira 1 KM dari  batas wilayah pangkalan Abd. Saleh di desa Dengkol.  Pembangunannya sendiri telah selesai sejak Sekretariat Panitia Pancargas masih berada di Lanud Husein Sastranegara.  Pada awalnya penjagaan perumahan ini dilakukan oleh Pemborong lokal.  Namun jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu lama  tentunya akan menimbulkan masalah-masalah keamanan.  Daerah di sekitar kompleks adalah daerah minus, pendapatan utama masyarakat sekitar adalah jagung,  itupun tidak dapat dihasilkan sepanjang tahun.  Daerah yang kering, sukar air (lingkungan sekitar tidak dapat digali sumur, sungai yang adapun adalah sungai kering) hingga pengerjaan bercocok tanam hanya dapat dilakukan pada musim hujan.  Penjagaan oleh orang-orang pemborong tentu tidak mungkin dilakukan dengan perondaan siang dan malam.  Maka untuk mencegah terjadinya pencurian dan kerusakan lebih parah maka ditempatkanlah tim pendahulu dengan 150 orang prajurit lulusan Sekolah Teknik Udara dari Kalijati.

Perumahan/kompleks ini kemudian dikenal dengan sebutan Kompleks PAGAS.  Sebutan Perumahan Proyek Pancargas terlalu sulit diucapkan oleh orang-orang pemborong dan terlebih lagi oleh masyarakat setempat.   Nama PAGAS juga  kemudian dipakai sebagai alamat oleh penghuni-penghuninya, bahkan PAGAS sudah dikenal di wilayah Singosari, Malang, Kepanjen, Bululawang sampai ke Probolinggo karena seringnya tim sepak bola PAGAS melakukan pertandingan persahabatan di daerah-daerah tersebut.

Nama “Kartanegara” muncul waktu para perwira sekretariat PAGAS membuat denah daerah perumahan untuk mengatur pembagian perumahan menjadi blok-blok.  Diantara para perwira ada yang hobby cerita pewayangan dan sejarah jaman kerajaan dulu.  Karena itulah dipilih nama kompleks Kartanegara untuk pengganti kata PAGAS kemudian untuk perumahan anggota Materiil yang di bangun sesudah PAGAS disebut kompleks “Pringgondani” dan perumahan di dalam Pangkalan dinamakan kompleks “Amarta”.   Meskipun demikian, nama “PAGAS” sudah terlanjur dikenal dan lebih mudah diucapkan sehingga sampai sekarang masyarakat sekitar kota Malang lebih mengenal nama kompleks PAGAS  daripada Kartanegara.

Dalam denah awalnya perumahan PAGAS dibuat pembagian blok-blok yaitu Blok A untuk  Bintara Tinggi,  Blok B untuk Bintara, Blok C untuk Prajurit dan Blok D-E untuk Perwira dan Komandan.  Belakangan karena kebutuhan perumahan dan anggota semakin banyak, terutama dengan ditempatkannya para lulusan AKABRI TNI AU, maka perwira-perwira baru tersebut (disebut perwira remaja) ada juga yang tinggal di Blok A, Blok B dsb.

Proyek Tirta.

Bersamaan dengan rencana pembangunan Perbengkelan dan perumahan juga direncanakan proyek pemasangan pipa air dari sumber Ken Dedes.  Denah pemasangan pipanya sudah ada dan akan dikerjakan oleh pemborong.  Pipa yang diperlukan didatangkan dan langsung ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu agar nantinya memudahkan pengangkutannya.  Namun dalam kenyataannya pipa-pipa ini bukanlah jenis yang diperlukan.  Pipa-pipa yang katanya diimpor adalah pipa untuk mengalirkan minyak yang pastinya akan menimbulkan kesulitan pada waktu pemasangannya dan memerlukan biaya yang besar.

Beberapa tahun pengerjaan proyek ini tertunda karena menunggu penggantian pipa yang sebenarnya.  Sementara itu perumahan sebagian besar sudah ditempati, karena keterbatasan air maka sisitem pengairan kerumah-rumah harus bergilir, bahkan rumah-rumah yang kebetulan letaknya lebih tinggi sangat sulit dialiri air.  Agar rencana proyek tidak tertunda-tunda dan untuk mencegah kemungkinan hilangnya pipa-pipa yang sudah tersebar, maka diputuskan untuk menggunakan saja pipa-pipa yang ada dengan sistem swakelola (dikerjakan sendiri).

Denah yang sudah ada tetap digunakan dan diperkirakan dapat mengaliri air sampai ke perbengkelan tanpa menggunakan motor penyedot atau pendorong (free-fall). 

Tenaga kerja digunakan dua regu teknik dipimpin seorang Bintara Tinggi (LMU I S.Kanda) dan urusan administrasi/keuangan oleh LMU I A. Pasla  sebagai pelaksana di lapangan, tenaga kerja untuk penggalian diambil dari penduduk sekitar kampung.  Untuk anggota hanya diberi uang makan (tanpa honor) sedangkan tenaga luar diberi upah yang tidak besar karena daerah minus dan biaya yang mepet.

Pekerjaan ini adalah masalah prestise, prestasi dan tantangan untuk melakukan pekerjaan yang diluar bidangnya dengan sebaik-baiknya dan dengan biaya yang serendah-rendahnya.  Singkat kata Dengan cara sederhana tanpa perhitungan-perhitungan teknis yang njelimet, kebutuhan air untuk perumahan tidak lagi dilakukan secara bergilir dan air untuk perbengkelan akhirnya dapat terpenuhi.

Insinyur-insinyur dari Polandia memperkirakan pipa dapat sampai ke Perbengkelan paling cepat dalam waktu 1 tahun, tapi tenaga teknik lokal (Indonesia) dapat menyelesaikannya dalam waktu enam bulan, meskipun dengan susah payah dan sering kerja  sampai larut malam.

Akhirnya diadakan selamatan sederhana dengan biaya dari hasil menjual potongan-potongan pipa yang tidak terpakai.

Catatan:  Apa yang ditulis tentang PAGAS ini adalah catatan yang bersifat memori atau kenangan berdasarkan apa yang masih dapat diingat, dengan demikian harus dimaklumi kalau ada kekurangan, kronologi yang tidak tepat, atau kesalahan-kesalahan.  Apalagi catatan ini dibuat pada tahun 2011, jadi berselang kira-kira 30 tahun lebih sejak masa tugas penulis berakhir (pensiun). Dan, ditulis pada saat penulis berusia 87 tahun !

komplek pagas thn. 2011

komplek pagas thn. 1980

in memoriam Alexander Pasla (1924 – 2013)

6 responses to “Asal usul PAGAS

  1. namaku hendro prabowo, bapakku mulai nempati tahun 1961 tugas di skatek 33 rumah ku dulu di blok c 62…. kami pindah tahun 1987 setelah lulus SMP 7…. banyak kenangan di rumah itu.

    Suka

  2. Baru tau asal usul pagas… Terima kasih sudah ada yang menulis
    Saya tinggal di pagas sejak lagi tahun 1979
    Bapak saya almarhum adalah kepala stasiun meteorologi abd saleh di tahun 90 an

    Suka

  3. mantap….. saya mungkin generasi kesekian…… lahir dan besar di pagas. mulai 1982 – 1999. kalau belum mendaki bukit gondomayit, berarti bukan arek pagas….

    Suka

  4. saya gendut dulu tinggal di blok C 15/ RT 7 mulai th 1977 s/d 1986, kemudian pindah ke blok B barat masjid bekas P Rumli s/d th 1994
    Banyak kenangan indah yg tak terlupakan

    Suka

Tinggalkan komentar